Ket foto : Kisah pilu dari Buleleng, bocah malang terlahir tanpa bola mata hanya diasuh neneknya yang sudah berusia 82 tahun. (Ist)
BULELENG, JARRAK POS – Putu Sri Mansa Apriani, bocah berusia 11 tahun warga Dusun Kaje Kangin, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng sungguh sangat malang nasibnya. Apalagi ditengah hidupnya yang memang serba kekurangan, ia terlahir tanpa kedua bola mata. Bahkan ia tidak bisa berbicara dan kesulitan berjalan. Selama ini, Manda hanya dirawat oleh neneknya bernama Dadong Garbi (82). Sedangkan, kedua orangtua Manda merantau ke Denpasar sebagai buruh.
Kisah pilu ini dialami oleh Manda sejak lahir. Dimana saat itu, Manda dilahirkan dalam kondisi tidak normal dirumahnya melalui dukun beranak yang ada di dusunnya. Saat Manda memasuki usia 4 sampai 5 tahun, Manda kerap menangis dan seolah tidak terima dengan kondisi yang dialaminya.
“Dulu sering menangis. Kelopaknya dikebit-kebit (dibuka, red). Dia ingin sekali bisa melihat. Biar tidak punya bola mata, tapi kalau menangis air matanya tetap keluar. Tapi sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Sudah terbiasa dengan kondisinya,” ujar Dadong Garbi, Senin (5/2/2018) dikediamannya.
Ditengah kondisi ekonomi yang serba kekurangan, orangtua Manda menitipkan anak pertamanya itu kepada Dadong Garbi, untuk merawat. Sedangkan, Ketut Subagia (42) ayah Manda memilih merantau ke Denpasar bersama istrinya untuk bekerja sebagai buruh serabutan sejak dua tahun lalu. “Bapaknya kerja jadi buruh proyek di Denpasar. Ibunya buruh nyuci pakaian di Denpasar, mereka kos disana. Pulang ke kampung kalau ada odalan dan hari raya besar saja,” tutur Dadong Garbi.
Memasuki usia ke 82 tahun, Dadong Garbi sudah tidak bisa berbuat apa. Namun ia tidak pernah menyerah untuk bjsa menjalani hidup dengan penuh kesabaran, untuk merawat cucunya yang terlahir tanpa kedua bola mata. Jika orangtua Manda pulang, Dadong Garbi hanya diberikan uang sebesar Rp200 ribu. Namun ia tidak menuntut banyak, mengingat kondisi anaknya yang bekerja di Denpasar juga mengalami hidup yang serba kekurangan.
“Saya gak mau nambah beban anak saya, kasihan dia disana juga. Lagian di Denpasar anak saya (orang tua Manda, red) juga harus menyekolahkan dua anaknya lagi adiknya Manda ini. Saya sendiri minta agar Manda tidak dibawa ke Denpasar dan tetap di kampung saja. Biar saya ada teman di rumah,” ucap Dadong Garbi.
Selama ini Manda hanya menghabiskan hari-harinya di rumah. Sebab, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Manda. Jangankan untuk mengenyam dunia pendidikan, untuk sekedar berjalan Manda tidak mampu, karena kaki sebelah kirinya kaku dan terasa sakit jika berjalan. Malangnya lagi, bocah ini tidak mampu berbicara. Dadong Garbi tidak mengetahui secara pasti apa penyebab cucunya seperti ini.
“Saya gak tahu penyebabnya. Kalau buang air, saya yang gendong sendiri. Kalau saya masak, saya ajak ke luar dulu, dia duduk di bale. Kalau ditinggal di dalam bahaya, takut kenapa-kenapa,” ungkap Dadong Garbi.
Suami Dadong Garbi telah meninggal lama. Dari hasil pernikahannya, wanita ini dikaruniai tiga orang anak. Anak pertamanya adalah Ketut Subagia (42), yang tidak lain ayah kandung Manda. Sedangkan anak kedua dan ketiganya telah berkeluarga dan hidup terpisah. Sebagai seorang nenek, Dadong Garbi menginginkan cucunya agar mendapat asupan gizi yang cukup.
“Saya selalu mengupayakan untuk membuat masakan terbaiknya. Dikasih nasi, lauknya seadanya kadang telur atau ikan. Atau beli bubur di warung sebelah. Saya suap. Apa saja yang dikasih pasti dimakan. Tidak milih-milih dia kalau makan,” tutur Dadong Garbi lirih.
Kepala Dusun Kaje Kangin, Sugiawan tidak menampik, bahwa keluarga Dadong Garbi tergolong kurang mampu. Ia pun sempat mengajukan bantuan kepada pemerintah, namun hanya bantuan ala sekadarnya diberikan. “Pemprov Bali sempat turun tahun 2016, hanya diberikan sembako. Sedangkan harapan kami, bantuan ini bisa diberikan secara berskala,” jelas Sugiawan.
Ditambahkan Sugiawan, Manda adalah satu dari 9 warganya yang mengalami disabilitas dan seluruhnya belum tersentuh bantuan pemerintah. Padahal, Sugiawan sudah melaporkan kondisi ini secara rutin setiap tahunnua. Bahkan, beberapa anggota dewan sempat datang menengok kondisi Manda. Namun, hanya janji-janji palsu yang diberikan.
“Jaminan kesehatan belum ada yang dapat. Saya sudah melaporkan ini sejak 2016, tapi belum ada respon. 2018 ini akan saya ajukan lagi. Manda sudah pernah dijenguk oleh anggota dewan. Janjinya mau melakukan bedah rumah, buktinya sampai sekarang tidak ada apa-apanya. Justru keluarga sampai menjual tanah, untuk merehab sendiri rumahnya,” tandasnya. ana/ama