Titiek Soeharto Apresiasi Pagelaran Citra Seni dan Pesona Wastra di Museum Rudana

Ketua Umum HRB Siti Hediati Hariyadi Soeharto bersama Nyoman Rudana dan Putu Supadma Rudana, saat menghadiri kegiatan Himpunan Ratna Busana yang merayakan Anniversary ke-52 yang diselenggarakan di Museum Rudana, Peliatan, Ubud, Gianyar, pada Sabtu, 7 Desember 2024. (foto: ist)

Gianyar, breaking-news – Keindahan dan keadiluhungan budaya Bali tidak hanya tercermin melalui seni tari, musik, dan upacara adat, tetapi juga dalam balutan busana tradisionalnya yang sarat makna. Pagelaran Citra Seni dan Pesona Wastra Bali adalah upaya menggaungkan keindahan wastra Bali klasik hingga kreasi kontemporer. Konseptor kegiatan ini, Putu Supadma Rudana sebagai persembahan untuk Himpunan Ratna Busana (HRB) yang merayakan Anniversary ke-52 yang digagas Ibu Tien Soeharto tahun 1972. Acara ini diselenggarakan oleh Himpunan Ratna Busana Indonesia di Museum Rudana, Peliatan, Ubud, Gianyar, pada Sabtu, 7 Desember 2024. Melalui peragaan busana kebaya terpilih beserta rangkaian prosesi yang memperkenalkan Adat Madya Bali ke Pura dan Busana Menghadiri Acara, Himpunan Ratna Busana Indonesia bertujuan untuk memperkenalkan keelokan Adat Madya Bali secara nasional. Pagelaran ini mengedepankan nilai-nilai tradisi dan menampilkan pesona keindahannya, termasuk makna busana berkebaya.

Sejak didirikan pada tahun 1972, Himpunan Ratna Busana Indonesia, sebagaimana disampaikan Ketua Umum HRB Siti Hediati Hariyadi Soeharto, senantiasa memperjuangkan keberadaan busana sebagai identitas budaya bangsa. Berbagai program telah dilaksanakan, dari pagelaran dan apresiasi lintas generasi hingga pemberdayaan masyarakat, guna menguatkan kesadaran segenap Warga Negara Indonesia akan pentingnya melestarikan dan mengenakan busana tradisional Indonesia, termasuk kebaya dan wastra Bali, sebagai wujud kebanggaan terhadap warisan budaya Nusantara yang adiluhung ini. Patut berbangga dan berbahagia, Kebaya telah secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Penetapan ini dilakukan dalam sidang ke-19 Session of the Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH) di Asuncion, Paraguay, pada hari Rabu, 4 Desember 2024.

Selain itu, Titiek Soeharto memberikan apresiasi terhadap Museum Rudana yang juga telah ikut memainkan peran besarnya dalam pelestarian seni dan budaya nasional bahkan dunia. Dia mengungkap ada 400 benda seni, mulai lukisan hingga pahatan disimpan di Museum Rudana. Politisi Gerindra yang juga Ketua Komisi IV DPR RI ini menyebutkan Museum Rudana tidak hanya untuk memanjakan mata dan menyegarkan pikiran dengan koleksi barang-barang seni. Namun sebagai tempat pembelajaran bagi generasi muda dalam mengisi pembangunan. “Museum Rudana bukan hanya menjadi tempat untuk melihat seni lukisan tapi bisa untuk pusat pembelajaran seni dan budaya untuk anak bangsa bahkan bagi masyarakat dunia,” ujar Titiek Soeharto.

Museum Rudana, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto didampingi Ibu Tien Soeharto pada 26 Desember 1995, bertepatan dengan perayaan tahun emas kemerdekaan Indonesia, dipersembahkan oleh Nyoman Rudana dan Ni Wayan Olastini Rudana. Museum ini merupakan wujud bakti dan kecintaan terhadap tanah air yang berlimpah warisan seni budaya adiluhung. Pagelaran busana ini juga dimaknai dengan pameran UMKM yang menyajikan kuliner khas Bali serta pertunjukan Tari Puspa Mekar, Tari Legong Lasem, dan Tari Oleg Tamulilingan oleh Sanggar Balerung Stage Peliatan yang dipimpin oleh Bapak A.A. Gde Oka Dalem. Pameran UMKM dimeriahkan dengan demonstrasi kerajinan perak, Aryuna Bali Jewelry, Wiswarani Kebaya, Indira Laksmi Bali, Tenun Setia Cap Cili, Wiracana, dan demonstrasi Tenun Bali dari Kelompok Tenun Sari Bhakti Banjar Pesalakan Desa Pejeng Kangin.

Sebagai acara utama, pagelaran busana menampilkan karya desainer Bali, seperti Indira Laksmi Bali, Pertenunan Setia Cap Cili, Aryuna Bali Jewelry, Wiracana, dan Wiswarani, dengan penata rias dan rambut yang didukung oleh Gedong Pengantin. Peragaan busana ini dibawakan oleh Jegeg Bagus Gianyar dan diiringi musik oleh Feby Widi. Persembahan kuliner disajikan oleh Odette Bali, dengan Tata Hidangan oleh Chef Friska Rudana yang dipadukan dengan seni desain dekor Bali. Acara ini juga dihadiri oleh seniman, budayawan, dan Ibu Widiyanti Putri Wardhana, Anggota Himpunan Ratna Busana Indonesia, sekaligus Menteri Pariwisata Republik Indonesia. Menurut Pendiri Museum Rudana, Nyoman Rudana, peristiwa kultural ini sejalan dengan visi Museum Rudana, yakni mengagungkan, memuliakan, dan menggaungkan seni budaya Bali dan Indonesia sebagai bagian dari jiwa bangsa.

Memaknai ulang tahun kali ini dan menyongsong Tiga Dasa Warsa (30 Tahun) Keberadaan Museum Rudana pada 2025 mendatang, rangkaian perhelatan kultural nasional dan internasional akan diselenggarakan, termasuk gelar pameran lukisan, patung, seni pahat, tetabuhan, wastra, dan berbagai seni pertunjukan lintas bangsa. Sejak didirikan, Museum Rudana berkomitmen untuk mendukung para seniman dan menyediakan ruang serta kegiatan pendidikan. Komitmen ini menjadikan museum ini meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional serta menjadi mercusuar warisan budaya Bali. Museum Rudana juga menjadi bagian penyelenggara kegiatan Pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pada April 2013, World Cultural Forum (WCF) 2013, serta Pertemuan Pimpinan Parlemen Negara-Negara Kawasan Asia Tenggara dan Kawasan Pasifik pada 2023 dan 2024.

Museum Rudana telah menerima kunjungan resmi dan kehormatan dari berbagai kepala negara serta pemerintah, termasuk tokoh budayawan, cendekiawan, dan maestro seni lintas negeri. Beberapa di antaranya adalah Presiden Republik Rakyat China, Jiang Zemin, dan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter. Selain itu, Museum Rudana juga pernah menerima kunjungan dari Peraih Nobel Perdamaian Tahun 2011, Ellen Johnson Sirleaf. Ellen Johnson Sirleaf dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2011 atas upayanya yang tanpa kekerasan dalam mempromosikan perdamaian dan perjuangannya untuk hak-hak perempuan. Ia adalah kepala negara Liberia dan perempuan pertama yang dipilih secara demokratis di Afrika. Ellen Johnson Sirleaf mengunjungi Museum Rudana pada tahun 2013. san/tur

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *