Badung, breakingnews – Komisi I DPRD Bali bersama Satpol PP Provinsi Bali menggencarkan aksi tegas terhadap dugaan pelanggaran pembangunan di kawasan pesisir Jimbaran. Selasa (6/5/2025), tim gabungan ini melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke proyek pembangunan PT Step Up Solusi Indonesia yang dinilai melanggar aturan dan berpotensi merusak wajah pariwisata Bali. Dalam sidak yang berlangsung hampir dua jam, rombongan dewan yang dipimpin langsung Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, turun hingga ke bibir pantai untuk melihat kondisi proyek secara utuh. Mereka mendapati bangunan dengan ketinggian mencapai 26 meter, jauh melebihi ketentuan yang berlaku di kawasan pesisir strategis ini. Selain itu, jumlah vila yang dibangun juga lebih banyak dibandingkan jumlah yang tercantum dalam izin.
“Kami turun karena laporan masyarakat semakin banyak. Dalam waktu dekat, kami akan panggil manajemen Step Up untuk dimintai pertanggungjawaban. Kalau perlu, kami panggil secara paksa kalau mereka tidak koperatif,” tegas Budiutama, didampingi Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi. Budiutama menyebut, DPRD Bali tidak akan mentolerir pelanggaran yang dapat merusak lingkungan pesisir dan mengancam keberlanjutan pariwisata Bali. Ia juga menyoroti keras sikap dinas-dinas terkait, baik di tingkat provinsi maupun Pemkab Badung, yang dianggap menutup mata terhadap pelanggaran ini. Sekretaris Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Oka Antara, menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil bukan hanya manajemen Step Up, tetapi juga seluruh dinas yang punya tanggung jawab dalam proses pengawasan. “Kami akan panggil Dinas PU, Dinas Perizinan, dan semua instansi terkait. Kami ingin tahu mengapa bisa ada pembangunan seperti ini tanpa pengawasan ketat. Semua pihak wajib hadir, tidak ada alasan untuk mangkir,” tandasnya.
Ia menambahkan, Komisi I akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Bahkan, jika diperlukan, pihaknya akan mendorong langkah hukum jika ditemukan pelanggaran berat. “Kami tidak main-main. Jika terbukti ada pelanggaran serius, kami akan dorong langkah hukum. Bali bukan tempat untuk bisnis yang mengabaikan aturan,” tegasnya. Wakil Ketua Komisi I DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai Adi, mendukung penuh sikap keras lembaganya. Ia menegaskan, pemanggilan nanti harus sekaligus melibatkan OPD Badung yang sebelumnya telah melakukan kajian pelanggaran. “Saya akan koordinasikan dengan jajaran sekwan agar melibatkan Badung saat memanggil. Kita harus tegas, aktivitas pembangunan ini harus ditutup sementara. Kalau pelanggaran dibiarkan, di mana wibawa pemerintah? Bangunan ini setiap saat terlihat aneh dari bandara, kok dibiarkan,” sentilnya.
Ia menegaskan, setelah penutupan, harus langsung dirumuskan sanksi yang tegas. “Jika memang melanggar, pangkas dan bongkar. Kembalikan sesuai aturan. Jika ada vila yang lebih dari izin, juga bongkar. Silakan eksekusi di eksekutif, kami siap rumuskan rekomendasi,” tegas politisi dari Karangasem ini. Fenomena maraknya pembangunan akomodasi pariwisata tanpa izin di Bali Selatan kini semakin mencuat. Sejumlah proyek, bahkan, disebut melibatkan investor asing yang diduga menyalahgunakan izin tinggal dan mengelola usaha secara ilegal. Menyikapi hal ini, Komisi I DPRD Bali bersama Satpol PP Bali dan instansi terkait lainnya yang tergabung dalam Tim Terpadu Penertiban Usaha Wisata Provinsi Bali juga menggelar sidak serupa di Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, Badung.
Dalam sidak yang juga digelar Selasa (6/5), dewan dan tim gabungan harus turun tebing untuk memeriksa langsung proyek-proyek yang diduga bermasalah. Hasilnya, mereka menemukan bangunan baru di atas tebing curam yang belum mengantongi izin. Beberapa bangunan, seperti homestay, vila, restoran, hingga bar, bahkan disebut milik asing. Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, menyatakan sidak ini sebagai tindak lanjut dari rapat sebelumnya dengan OPD terkait. “Kami ingin memastikan langsung apa yang terjadi di lapangan, apakah sesuai dengan informasi yang beredar di media sosial,” jelasnya. Menurut Budiutama, tim terpadu akan melakukan pendalaman lebih lanjut terkait jumlah bangunan, status lahan, dan identitas pemilik. “Kami akan kaji bersama-sama secara mendalam,” imbuhnya.
Kasatpol PP Bali, Dewa Dharmadi, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pendalaman selama dua minggu ke depan. Proses ini melibatkan Imigrasi, BPN, dan OPD teknis lain untuk memastikan status hukum tanah, izin bangunan, hingga dugaan pelanggaran keimigrasian. “Hak milik pun harus kami pastikan, apakah sudah berizin atau belum. Tidak bisa berdiri sendiri, perlu pendalaman lapangan dan administrasi,” tandasnya. Jika hasil pendalaman menunjukkan adanya pelanggaran, tindakan eksekusi akan segera dijalankan. “Kami akan serahkan juga ke Imigrasi untuk WNA yang diduga berusaha secara ilegal,” tegas Dharmadi. Kasus Step Up Jimbaran kini menjadi sorotan tajam DPRD Bali. Komisi I berjanji akan mengawal kasus ini sebagai simbol penegakan wibawa pemerintah daerah terhadap pelanggaran hukum di sektor pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Bali.
Perlu diketahui sebelumnya, kasus dugaan pelanggaran serius dalam pembangunan Step Up Hotel di Jimbaran, Badung, semakin menuai sorotan. Meski Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung telah memastikan adanya pelanggaran izin ketinggian dan jumlah kamar, hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah maupun aparat terkait. Situasi ini memicu spekulasi kuat: siapa sebenarnya yang membekingi proyek ini? Dari hasil investigasi Dinas PUPR Badung, ditemukan bahwa ketinggian bangunan hotel yang dikerjakan oleh PT Step Up Solusi Indonesia ini melebihi batas maksimal 15 meter yang ditetapkan dalam Pasal 100 RTRWP Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023. Beberapa bagian bangunan bahkan mencapai 26 meter, jauh di atas batas yang diizinkan.
Tak hanya itu, jumlah kamar yang dibangun juga diduga melanggar izin. Dalam IMB Nomor 1073/IMB/DPMPTSP/2021, hotel ini hanya diizinkan memiliki 48 kamar. Namun, hasil sidak dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali menemukan bahwa jumlah kamar yang dibangun mencapai 64, belum termasuk vila yang juga didirikan tanpa izin. Plt. Kepala Dinas PUPR Badung, I Nyoman R. Karyasa, membenarkan bahwa ada indikasi kuat pelanggaran dalam proyek ini. “Hasil pengukuran menunjukkan beberapa titik bangunan melebihi batas ketinggian. Saat ini kami sedang menyusun kajian teknis yang akan disampaikan ke Satpol PP untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut,” ujarnya, Sabtu (1/3/2025).
Namun, meski bukti-bukti pelanggaran sudah terang benderang, hingga kini belum ada tindakan nyata dari pemerintah daerah. Ketua Komisi II DPRD Badung, I Made Sada, saat dihubungi pada Sabtu (8/3/2025) mengatakan pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk mengecek kondisi sebenarnya. Namun, pernyataan ini justru memicu pertanyaan, mengapa baru sekarang? Ketidakjelasan sikap pemerintah ini mendapat respons keras dari DPRD Badung. Dihubungi terpisah, Anggota Fraksi Gerindra, I Wayan Puspa Negara, menuding bahwa setidaknya pejabat eksekutif harus berani menyegel proyek ini sebelum proses hukum lebih lanjut.
“Baiknya disegel dulu! Ini bukan pelanggaran kecil. Jika benar bangunan ini melebihi ketinggian 15 meter, sesuai aturan, bangunan tersebut harus dipangkas atau di-demolize, seperti yang pernah terjadi di tahun 2005 di Seminyak,” tegasnya. Lebih lanjut, Puspa Negara meminta pimpinan DPRD Badung melalui komisi terkait untuk segera melakukan sidak ke lokasi. Jika terbukti ada pelanggaran, maka unit teknis harus segera bertindak. “Jangan sampai ada kesan bahwa aturan bisa dilanggar tanpa konsekuensi. Jika ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek lainnya,” tambahnya. Sikap lamban pemerintah dalam menindak Step Up Hotel memunculkan pertanyaan besar. Apakah ada intervensi dari “orang kuat” yang membuat aparat tak berani bertindak?
Sejumlah pihak menduga ada kekuatan besar yang membekingi proyek ini. Kecurigaan semakin kuat mengingat kasus serupa di masa lalu—seperti di Seminyak—ditindak tanpa ragu, sementara Step Up Hotel dibiarkan begitu saja. Sementara itu, Kasatpol PP Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu kajian teknis dari Dinas PUPR sebelum menentukan langkah selanjutnya. “Secara administratif, izin proyek ini memang ada. Tapi jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan, itu yang sedang kami kaji,” ujarnya. Namun, jawaban ini dianggap mengambang dan tidak memuaskan. Jika pelanggaran sudah terbukti, mengapa masih menunggu?
Selain pelanggaran izin, proyek Step Up Hotel juga sempat memicu kemarahan warga Jimbaran karena dugaan pencemaran lingkungan. Pengerukan tebing yang dilakukan saat konstruksi menyebabkan tanah longsor dan mencemari laut di sekitar area proyek. Sejumlah pegiat lingkungan telah memperingatkan dampak jangka panjang dari aktivitas ini. Namun, hingga kini tidak ada laporan mengenai langkah konkret yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Kasus Step Up Hotel kini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Badung. Apakah aturan benar-benar ditegakkan, ataukah hukum hanya berlaku bagi mereka yang tak memiliki kekuatan?
Masyarakat kini menunggu keputusan final. Jika pelanggaran ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus terjmadi, mengancam keseimbangan tata kota dan kelestarian lingkungan di Bali. Apakah Step Up Hotel akan dipangkas, dibongkar, atau justru tetap berdiri dengan kekuatan di baliknya? Jawabannya kini ada di tangan pemerintah. Di sisi lain ketika dikonfirmsi pihak Step Up Hotel belum juga bisa dihubungi sampai berita ini diturunkan. 5412/jmg