Jakarta, breakingnews – Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Sidang Tahunan MPR tanggal 15 Agustus 2025 dalam rangka Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-80, merupakan gambaran seluruh capaian kinerja Pemerintah dalam 300 hari, capaian visi dan misi Presiden dalam Asta Cita, termasuk kelanjutan implementasi program prioritas, yang juga tercermin dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Tahun 2026. Pidato kenegaraan tersebut juga menjadi salah satu momen penting yang menegaskan arah kebijakan pemerintahan, terutama dalam bidang penegakan hukum dan pengelolaan ekonomi.
Dalam pidato tersebut, Presiden tidak hanya menyampaikan capaian pemerintahan dan rancangan APBN 2026, tetapi juga menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum demi keselamatan bangsa, terutama dalam mengatasi kebocoran kekayaan negara dan memastikan optimalisasi penggunaan sumber daya ekonomi masyarakat. Penegakan hukum merupakan pilar penting dalam keselamatan bangsa. Presiden Prabowo menyatakan secara tegas bahwa sebagai kepala eksekutif atau dalam hal ini kepala pemerintahan, beliau memiliki kewajiban konstitusional untuk menegakkan hukum demi keselamatan bangsa. Pernyataan ini mengandung makna bahwa supremasi hukum bukan sekadar instrumen penindakan, tetapi menjadi fondasi utama untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan mencegah praktik yang merugikan kepentingan publik.
Fenomena kebocoran kekayaan negara yang disampaikan Presiden—disebut sebagai net outflow of national wealth—menunjukkan adanya masalah struktural dalam tata kelola ekonomi dan pengawasan negara, yang notabene melalui hukum dan tata kelola pemerintahan. Komitmen penegakan hukum diarahkan untuk menghentikan aliran kekayaan yang keluar secara tidak sah atau tidak produktif, sehingga potensi ekonomi nasional dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dalam negeri. Situasi ini harus diantisipasi dengan langkah yang cepat dan tepat ketimbang mencari-cari siapa yang patut disalahkan. Presiden menegaskan langkah yang efektif dan efisien (tidak buang-buang energi) dalam menyelesaikan permasalahan yang menurut Presiden lebih pokok dan utama.
Dalam pidatonya, Presiden juga menyampaikan tentang pentingnya demokrasi yang sejuk khas Indonesia. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan transparansi dan pengawasan terhadap kekuasaan. Dalam hal ini Presiden menyinggung kembali tentang masalah korupsi yang sangat besar di dalam kehidupan politik di Indonesia. Kita perlu mengapresiasi bahwa Presiden masih berbesar hati untuk menyampaikan dengan terbuka tentang permasalahan besar yang ada di seluruh birokrasi pemerintahan, organisasi, BUMN, BUMD, dan lainnya yakni masih adanya perilaku korup dan penyelewengan. Ini berarti Presiden mengisyaratkan bahwa masalah korupsi tetap menjadi permasalahan yang paling kronis di Indonesia dan menyebabkan permasalahan-permasalahan lanjutan yang merugikan negara dan rakyat Indonesia secara mendasar.
Presiden menyampaikan dengan tegas pula pentingnya penegakan hukum terutama terhadap korporasi besar atau pelaku pelanggar hukum yang menipu dan mengorbankan atau menyengsarakan rakyat Indonesia. Dalam hal ini korporasi nakal seringkali merugikan negara yang dilakukan bersama oknum pejabat nakal (serakahnomics). Presiden akan menggunakan cara-cara untuk pemulihan aset atau pencegahan kerugian negara seperti penindakan dan penyitaan. Presiden mencontohkan manipulasi yang terjadi di bidang pangan, tambang, perdagangan, dan sumber daya lainnya. Meski begitu, Presiden menyampaikan kinerja lembaga yudikatif yang telah didukung oleh Pemerintah untuk melakukan perbaikan kinerja dan reformasi peradilan.
Pernyataan dalam pidato Presiden tersebut terlihat sebagai keinginan beliau untuk menegaskan kembali nilai-nilai dalam Pancasila, terutama dalam sila kelima yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Demikian pula pengejewantahan Pasal 27 dan Pasal 33 UUD NRI 1945 yang mengatur negara hukum dan keadilan sosial serta pemerataan ekonomi. Nafas dan filosofi yang disampaikan Presiden tersebut setidaknya memberikan sinyalemen bahwa penegakan hukum harus mencerminkan tujuan penegakan hukum sebagaimana teori Gustav Radbruch, yakni hukum untuk keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Oleh sebab itu, kita dapat melihat arah dan strategi penegakan hukum dan keadilan yang tercermin dari pernyataan Presiden Prabowo.
Melalui pidato Presiden Prabowo tersebut, kita dapat melihat setidaknya lima langkah strategis yang ingin dicapai oleh Pemerintah. Pertama, berfokus pada solusi cepat dan tepat, bukan sekadar mencari pihak yang bersalah. Pendekatan ini menempatkan penyelamatan aset negara sebagai prioritas utama, sekaligus meminimalkan kerugian negara yang dapat membesar jika proses penegakan hukum terhambat. Hal ini setidaknya sejalan dengan nafas hukum modern yang kini lebih mengedepankan pada keadilan restoratif, restitutif, dan rehabilitatif daripada retributif. Pernyataan ini memberi sinyal pada sistem hukum maupun sistem penegakan hukum dan peradilan yang harus efisien, efektif, dan profesional.
Kedua, melakukan pemotongan dan realokasi anggaran yang tidak efisien. Pemerintah menyatakan telah berhasil menyelamatkan sekitar Rp300 triliun dari potensi penyalahgunaan, termasuk anggaran perjalanan dinas dan pengadaan barang habis pakai. Dana tersebut kemudian dialihkan untuk program yang memiliki dampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Upaya ini tentu menjadi pegangan kuat untuk seluruh instansi hukum dan pemerintahan untuk berjalan di atas rel hukum dan ketentuan serta bertindak secara profesional dan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
Ketiga, melakukan penegakan hukum yang terfokus di sektor strategis. Penegakan hukum dan aturan harus sangat efektif terutama di sektor yang mempengaruhi kesejahteraan rakyat, seperti sektor pangan dan perdagangan. Presiden juga menyoroti kecurangan dengan mencontohkan adanya praktik manipulasi pasokan dan harga barang kebutuhan pokok yang merugikan masyarakat. Mengacu pada UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, terdapat sanksi pidana hingga lima tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp50 miliar bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan distribusi barang kebutuhan pokok. Hal ini juga dicontohkan dengan penguasaan tambang dan pertanian maupun bahan pokok yang dapat digunakan untuk kepentingan rakyat atau hajat hidup orang banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD NRI 1945. Pendekatan ini tidak hanya mengedepankan aspek represif, tetapi juga bagaimana hukum dapat melindungi hak ekonomi rakyat secara langsung.
Keempat, upaya untuk kolaborasi antar-lembaga hukum. Pidato kenegaraan ini juga memuat apresiasi terhadap peran lembaga-lembaga penegakan hukum seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman RI, dan Komnas HAM. Presiden menegaskan pentingnya kerja sama lintas institusi untuk memastikan integritas dan efektivitas penegakan hukum, sehingga kebijakan ekonomi dapat dijalankan tanpa hambatan dari praktik koruptif atau penyalahgunaan wewenang. Presiden memberi contoh bagaimana Polri, TNI, Kejaksaan, dan berbagai institusi lainnya bekerja sama untuk mengatasi persoalan ekonomi rakyat.
Presiden memberi highlight terhadap beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kerja lembaga hukum/menjalankan fungsi yudikatif sebagai langkah kolaboratif. Upaya seperti meningkatkan gaji hakim (280 persen) digunakan untuk membongkar kasus-kasus korupsi besar dan penguatan kelembagaan yudikatif. Presiden juga menyampaikan hasil kinerja Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam penanganan uji materi atau kasus-kasus hukum. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan komitmen cabang kekuasaan yudikatif untuk mereformasi peradilan, modernisasi manajemen penanganan perkara, serta pendekatan keadilan restoratif. Presiden berkomitmen untuk memberikan dukungan terhadap fungsi yudikatif dalam meningkatkan kecepatan penyelesaian perkara, modernisasi penanganan perkara, dan keberhasilan penyelesaian sengketa. Demikian pula peningkatan kinerja Komisi Yudisial RI dalam menindaklanjuti aduan masyarakat dan pemberian rekomendasi dalam rangka menjaga integritas hakim dan meningkatkan kepercayaan publik. Hal ini mencerminkan kolaborasi antara lembaga yudikatif dan eksekutif yang menjalankan fungsi penegakan hukum untuk mencapai tujuan bersama.
Kelima, menegaskan upaya optimalisasi ekonomi melalui supremasi hukum. Pemberantasan kebocoran kekayaan negara dan penindakan terhadap distorsi pasar memiliki implikasi langsung terhadap optimalisasi ekonomi nasional. Dengan memulihkan dana yang sebelumnya berpotensi hilang, pemerintah memperoleh ruang fiskal yang lebih besar untuk membiayai program pembangunan, meningkatkan produktivitas sektor strategis, serta memperkuat ketahanan pangan dan energi. Supremasi hukum di sini bukan hanya berperan sebagai penjaga keadilan, tetapi juga sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Presiden memperlihatkan pentingnya rule of law atau supremasi hukum untuk melakukan kontrol dan pengawasan sebagaimana dalam konsep negara kesejahteraan.
Arah Penegakan Hukum Presiden Prabowo ke Depan
Pidato Presiden Prabowo pada Sidang Tahunan MPR 2025 tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum ditempatkan sebagai instrumen strategis untuk menjaga dan memaksimalkan potensi ekonomi nasional. Melalui langkah cepat dalam menghentikan kebocoran kekayaan negara, penindakan tegas terhadap manipulasi pasar, efisiensi anggaran dan penegakan hukum, penguatan koordinasi antar-lembaga hukum, serta jaminan supremasi hukum; Pemerintah berupaya memastikan bahwa setiap rupiah kekayaan bangsa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Komitmen ini, jika diimplementasikan secara konsisten, berpotensi membentuk tata kelola negara yang bersih, kuat, dan berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang.
Rakyat tentu akan menunggu bagaimana nantinya komitmen ini akan dimanifestasi dalam program Pemerintah di bidang penegakan hukum dan ekonomi sebagaimana tercermin dalam APBN 2026. Untuk itu penting bagi Presiden untuk melakukan konsolidasi terhadap seluruh instansi hukum maupun peradilan dalam tema besarnya, serta mengajak seluruh lapisan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama melakukan pembenahan atau reformasi. Dalam hal ini pentingnya reformasi kultur dan struktur, baik dalam internal maupun eksternal, untuk mencegah korupsi, penyalahgunaan kewenangan, penyelewengan, hingga menciptakan budaya tertib dan patuh hukum. Demikian pula dalam menghadirkan keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah permasalahan korupsi. Masalah korupsi memang tidak habis-habisnya menghiasi media maupun seluruh kajian empiris dan akademis kita, yakni menjadi permasalahan kronik. Rakyat sebenarnya sudah sangat lelah dan bahkan skeptis terhadap komitmen untuk menghapus budaya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang secara masif dan sistemik terjadi. Presiden telah menyampaikan kekhawatirannya terhadap permasalahan ini, tinggal bagaimana sistem hukum dan pemerintahan menerjemahkan tema besar dan arah penegakan hukum. Semoga mimpi dan harapan Presiden tersebut dapat terwujud melalui strategi nyata dalam merapikan seluruh sistem hukum dan pemerintahan kita. Kuncinya adalah transparansi, profesionalisme, dan independensi, di samping persatuan bangsa untuk memerangi korupsi dan berkeadilan sosial. Merdeka!! ***
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH.
Anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan