Jarrakposbogor, 10/11/2022
JAKARTA – Dalam menanggulangi ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat tutupnya pabrik – pabrik yang terdampak pelambatan ekonomi secara global, pemerintah diminta mengencarkan program pemberdayaan masyarakat.
Hal itu dikemukakan pengamat ketenagakerjaan Dr Reyna Usman pada media ini menanggapi fenomena PHK ribuan pekerja pabrik sektor garmen dan sepatu belakabgan ini.
Sebelum ini dilaporkan, gelombang PHK terjadi di usaha sektor sepatu dan garmen. Sebanyak 22.500-an karyawan pabrik alas kaki di PHK.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri mengungkapkan, sejak Juli 2022 industri sepatu di Tanah Air terus mengalami penurunan order ekspor. Hanya saja, akibat pendataan yang terlambat dari realisasi pengiriman, hingga Agustus 2022, ekspor sepatu Indonesia terlihat masih tumbuh signifikan.
Akibatnya, PHK yang sudah terjadi pun menjadi tak terdeteksi. “Tanpa dukungan pemerintah, PHK mungkin akan semakin massif mulai akhir tahun ini sampai tahun depan. Data yang kami rekap, sudah ada 22.500-an buruh pabrik alas kaki yang sudah di-PHK,” kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (5/11/2022).
Sementara di sektor garmen dilaporkan sebanyak 18 pabrik di Jawa Barat tutup dan mem PHK ribuan karyawannya.
Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB). Sariat Arifia mengungkapkan bahwa mulai ada penurunan kapasitas produksi dan berimbas pada pemangkasan karyawan.
“Dari segi jumlah tenaga kerja, walau pabrik masih buka. Namun, kapasitas karyawan sudah di bawah 50% masa-masa sebelumnya,” kata Sariat.
Selain menurunkan kapasitas produksi, sejumlah perusahaan yang tidak mampu lagi bertahan juga sudah menutup operasional, artinya tutup pabrik. Data PPTPJB mencatat setidaknya ada 18 pabrik garmen yang sudah tutup di Jawa Barat.
KONSEP PEMBERDAYAAN
Oktober 2021 lalu Reyna Usman sebagaimana dikutip media online sudah mengingatkan perlunya pemerintah mengantisipasi ledakan pengaguran dengan melakukan pemberdayaan masyarakat.
Program pemberdayaan masyarakat bukan hal baru dalam menanggulangi pengangguran. Amerika Serikat telah melakukannya sejak 1887 dengan model Buffalo Charity Organization Society dan berlanjut dengan semangat konsep empowerment (pemberdayaan).
Saat melakukan visit study ke Farmer Market di kampus Harvard University Boston, USA pada perterngahan Oktober 2021, Reyna Usman melihat model pemberdayaan ini diterapkan di Amerika Setikat sebagai salah satu program dalam pemulihan ekonomi masyartakat AS pasca pandemi Covid-19. Pada kunjungannya ke beberapa universitas terkemuka di AS itu, perguruan tinggi berperan penting dalam program ini dengan bekerjasama dan melibatkan indutri dan usaha perdagangan. Sehingga hasil pertanian dan kerajinan masyarakat yang diberi ruang khusus di pertokoan pusat – pusat perbelanjaan.
“Memang kita mengenal AS sangat mendukung program program komunitas masyarakat antara lain kerja sama Universitas dengan para petani yang dikenal dengan Farmer Market,” kata dia.
Model pemberdayaan ini , menurut Reyna Usman mestinya jadi solusi bagi pekerja yang terkena PHK dan antisipasi terjadinya gelombang pengangguran akibat melambatnya perekonomian global.
Untuk mengatasi ledakan pengangguran dan menyiapkan lapangan kerja, maka pemerintah bersama pihak swasta dan masyarakat hendaknya bersama-sama melakukan pemberdayaan masyarakat. “Masyarakat disiapkan menjadi pekerja yang mempunyai kompetensi dan mempunyai keahlian untuk berwirausaha,” kata Reyna.
Program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah yang semula focus pada kesehatan untuk menanggulangi dampak pandemic Covid-19, kini dialihkan ke pemberdayaan untuk menanggunlangi ledakan pengangguran. (Wins)