Jakarta, breakingnews | Tepat satu tahun setelah dilantiknya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, perhatian publik tertuju pada berbagai aspek kinerja pemerintahan, baik di bidang ekonomi, pangan, dan tentunya bidang hukum dan penegakan hukum. Sebagai salah satu sektor fundamental dalam membangun negara yang berkeadilan dan beradab, hukum memiliki peran strategis dalam menjaga ketertiban, memberi kepastian, dan menjadi fondasi pembangunan nasional. Di tengah dinamika sosial-politik yang kompleks serta ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap perubahan, menarik tentunya bagi para insan hukum untuk melihat bagaimana kinerja pemerintahan Presiden Prabowo di sektor hukum.
Pembangunan hukum menjadi salah satu prioritas utama program Asta Cita Presiden Prabowo dengan memprioritaskan upaya reformasi hukum serta pemberantasan Korupsi dan Narkoba. Demikian pula dalam visi Indonesia Emas 2045 maupun dalam Rencana Pemerintah Jangka Panjang maupun Menengah (2025-2029), sektor pembangunan dan reformasi hukum memang mendapat porsi besar. Presiden Prabowo juga dalam beberapa kali kesempatan termasuk dalam pidatonya pada Sidang Umum Tahunan DPR/MPR, Presiden menyampaikan beberapa hal yang menjadi fokus utama penegakan hukum. Presiden mengarah pada pembangunan ekonomi rakyat sehingga memerlukan ketegasan untuk memberantas korupsi yang sudah menjadio penyakit kronis di negeri ini. Presiden juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus adil dan berpihak pada rakyat kecil atau berkeadilan sosial.
Sinyalemen refokusing tujuan pembangunan hukum dan reformasi sistem hukum yang disampaikan oleh Presiden tentu memberikan gambaran kepada masyarakat tentang sasaran Pemerintah dalam pembangunan hukum. Dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo tentu mencoba untuk mengubah budaya lama atau in-efektivitas sistem hukum yang telah berjalan. Ada kalanya hal ini berhasil mencapai tujuan dari program yang dicanangkan, namun juga masih belum mampu menutup celah yang masih ada. Pertanyaan yang muncul tentu adalah bagaimana tingkat perkembangan atau peningkatannya, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan dan celah yang telah ada sebelumnya. Tulisan ini ingin mengulas capaian, tantangan, serta memberikan gambaran strategis reformasi hukum yang ada di depan.
Capaian Kinerja
Salah satu sentimen positif yang dapat terlihat adalah peningkatan persepsi publik. Dalam beberapa survei nasional, terlihat adanya peningkatan persepsi positif masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam pembangunan sistem hukum dan penegakan hukum. Misalnya, Litbang Kompas pada awal 2025 mencatat bahwa 72,1% responden merasa puas terhadap kinerja bidang hukum dan penegakan hukum, khususnya di 100 hari pertama pemerintahan. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) di akhir Januari 2025 menunjukkan bahwa 41,6% masyarakat menilai penegakan hukum sudah baik atau sangat baik. Meskipun angka ini belum mayoritas, tren kenaikan ini mencerminkan harapan baru dari masyarakat terhadap perbaikan sistem hukum yang selama ini dinilai tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Demikian pula, sorotan utama yang paling diapresiasi oleh masyarakat adalah keseriusan dan ketegasan Presiden Prabowo dan Pemerintahannya dalam memberantas Korupsi. Pemerintah juga menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi dan pengembalian keuangan negara. Survei Litbang Kompas pada pertengahan 2025 menunjukkan bahwa 73,6% publik merasa puas terhadap kinerja pemerintah dalam menangani korupsi. Penindakan beberapa kasus, kerja sama antar lembaga, serta peningkatan pemulihan aset (asset recovery) telah menemui jalan terang.
Selanjutnya adalah kinerja penegakan hukum. Kinerja Kejaksaan Agung juga menjadi salah satu sorotan positif. Dalam 100 hari pertama, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) mencatat 38.860 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), 28.187 berkas dinyatakan lengkap (P21), serta 20.778 perkara telah dieksekusi. Data ini menunjukkan tingginya intensitas kerja di lini penuntutan dan eksekusi hukum. Demikian pula dengan Polri yang juga menunjukkan peningkatan, meskipun menghadapi fluktuasi citra Polri pasca demo Agustus 2025. Polri tetap menunjukkan responsivitasnya meskipun masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Kinerja pada tahun 2025 misalnya Polri menangani 23.456 perkara dan penyitaan terhadap Rp.6,97 Triliun. Di bidang judi online, Polri menindak 1.297 perkara dan menemukan barang bukti Rp.922,53 miliar. Polri juga berhasil mengidentifikasi 325 kampung Narkoba. Hal ini ditambah dengan pengungkapan 13 perkara TPPO dan mengamankan aset sejumlah Rp1,8 Triliun. Polri juga mencatatkan penurunan angka kecelakaan lalu lintas sebesar 31,43% termasuk membentuk Satgas Pelayanan Pemenuhan Gizi dan Satgas Ketahanan Pangan. Terbaru, Polri juga telah membentuk Direktorat Siber dan dan Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Perdagangan Orang (PPA-PPO).
Presiden juga menegaskan pentingnya penerapan prinsip Keadilan Restoratif yang memihak pada rakyat kecil dan kesejahteraan sosial. Langkah-langkah ini memberi sinyal bahwa pemerintah serius menjalankan penegakan hukum, setidaknya dari sisi administratif dan operasional kelembagaan untuk mencerminkan keterbukaan, transparansi, dan mendorong profesionalitas.
Presiden juga menegaskan bahwa penegakan hukum dan ekonomi harus menembus batas pengaruh, kekuasaan, dan koneksi bisnis. Pesan “no more untouchables” yang disampaikan berulang kali disampaikan dalam rapat kabinet. Hal ini menemui bentuk konkretnya. Presiden terlihat tidak melindungi kabinetnya seperti dalam kasus Operasi Tangkap Tangan terhadap Wamenaker beberapa waktu lalu. Presiden jelas menegaskan bahwa semua oknum koruptor harus ditindak tegas tidak peduli itu adalah bawahannya. Presiden juga mengapresiasi kinerja Kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara di kasus Crude Palm Oil (CPO) yang mencapai 13 Triliun termasuk penanganan kasus-kasus besar lainnya seperti Kasus Korupsi di Pertamina. Presiden juga meminta pengawalan hukum terhadap program-program besarnya seperti MBG dan Pangan, sehingga tidak ada celah korupsi. Presiden juga menegaskan tidak ada pandang bulu untuk para mafia tambang, sumber bahan pokok, hingga pertanahan.
Catatan lain yang menjadi bingkai utama masyarakat adalah ketegasan Pemerintah untuk menaikkan gaji hakim yang sebelumnya masih memprihatinkan. Presiden menegaskan kenaikan hingga 280 persen). Hal serupa juga terjadi pada upaya meningkatkan dukungan anggaran penegakan hukum di Kejaksaan dan Polri serta insititusi hukum dan peradilan. Pemerintah juga membuka ruang gerak bagi bantuan hukum untuk rakyat kecil. Kemenkum misalnya mencatatkan pembangunan 40.714 Pos Bantuan Hukum.
Fenomena pemberian amnesti dan abolisi juga menjadi sorotan publik. Pada amnesti terhadap Hasto Kristyanto dan Abolisi terhadap Tom Lembong, Pemerintah seolah ingin menunjukkan gambaran tentang fokus penegakan hukum yang harus mengedepankan restorasi, aspirasi, keadilan masyarakat, dan bukan melulu pada kepastian hukum dan kekakuan. Presiden memperlihatkan sikap demokratis dan mendengar aspirasi masyarakat yang mencerminkan keadilan sosial dan penegakan hukum yang aspiratif-responsif.
Tidak Cukup Prestasi Saja! Eksistensi Tantangan dan Kendala
Meski telah mencatatkan sederet prestasi dan peningkatan di bidang hukum untuk menutup kelemahan terdahulu, tentu masih terdapat beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah dan agenda reformasi ke depan. Meskipun ada tren positif dalam persepsi publik, namun secara keseluruhan tingkat kepuasan masih berada di angka moderat. Survei Poltracking Indonesia di Oktober 2025 menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap penegakan hukum masih di angka 68,2% — lebih rendah dibanding sektor-sektor seperti kesehatan dan pendidikan. Angka tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Pertama, mengenai independensi sistem hukum yang masih belum meningkat. Meski dari sisi kuantitas terlihat aktif, namun kualitas penegakan hukum masih menjadi sorotan tajam. Kasus-kasus besar yang melibatkan tokoh-tokoh kuat masih minim disentuh. Publik masih mempertanyakan keberanian aparat hukum dalam menyentuh elite politik atau pejabat tinggi yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan masih tergerus oleh stigma bahwa hukum tidak berlaku sama rata bagi semua kalangan. Isu “tebang pilih” masih menjadi tantangan serius.
Salah satu ironi yang terus berulang adalah terjadinya pelanggaran hukum atau praktik korupsi di internal lembaga peradilan ataupun institusi penegakan hukum itu sendiri. Beberapa kasus yang melibatkan hakim, panitera, hingga jaksa memperlihatkan bahwa integritas aparat hukum masih menjadi masalah serius. Sifat budaya represivitas dan pungli masih terjadi di beberapa kasus. Persoalan tersebut menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal menindak pejabat, tetapi juga membersihkan institusi hukum itu sendiri. Tanpa itu, keadilan sulit ditegakkan secara konsisten. Penanganan dan pengawasan terhadap pelanggaran etik juga harus dimulai dengan membersihkan diri dan reformasi kultur dan struktur secara internal.
Dalam hal upaya pengembalian kerugian negara ataupun pencegahan terhadap kebocoran keuangan negara, walaupun beberapa kasus korupsi berhasil ditangani, namun pemulihan aset negara dari hasil tindak pidana belum mampu menjawab kendala atau belum mencapai hasil yang maksimal. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta BPK menyatakan bahwa masih banyak aset negara yang belum berhasil dikembalikan, bukan saja karena kendala dari luar, namun karena proses hukum yang berlarut maupun hambatan koordinasi antar lembaga.
Ke depan kendala di bidang penegakan hukum juga harus diantisipasi seperti kejahatan ekonomi, kejahatan dengan pemanfaatan ruang siber (termasuk propaganda untuk konflik sosial atau kerusuhan), kejahatan lintas batas, dan kejahatan terorganisasi masih menjadi celah yang perlu dijawab, tidak hanya dengan regulasi melainkan juga kesiapan implementasi. Kita tentu menyadari bahwa volatilitas dan ketidakpastian dari sistem ekonomi, sosial, kesehatan, maupun sektor lainnya dapat memicu terbukanya celah kejahatan. Kekuatan sistem penegakan hukum dan peradilan tentu menjadi kunci bagi keberhasilan pemerintahan itu sendiri.
Reformasi Secara Strategis dan Terencana
Melihat tantangan ke depan, perlu sebuah upaya dan komitmen besar dan konsisten untuk memperbaiki dan memperkuat sistem hukum yang didalamnya juga mencakup sistem peradilan dan penegakan hukum. Hal ini sejalan dengan teori Lawrence Friedmann tentang sistem hukum yang efektif yang dapat dilihat dari substansi, struktur, dan budaya hukum. Pembaruan terhadap tiga komponen tersebut tentu akan meningkatkan kualitas dan efektivitas reformasi hukum. Beberapa hal yang perlu untuk terus dilakukan dan berkesinambungan adalah:
Percepatan Reformasi Lembaga Hukum
Reformasi di tubuh lembaga penegak hukum. Komitmen Pemerintah untuk melakukan reformasi kultur dan struktur di tubuh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, hingga institusi hukum lainnya harus menjadi agenda prioritas. Budaya keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas untuk meningkatkan profesionalisme harus terus dilakukan secara menyeluruh. Sistem data dan layanan harus terintegrasi dan terinterkoneksi sehingga pengawasan terhadap kinerja dapat dilakukan secara terbuka dan inklusif. Integritas aparat harus dijaga melalui pengawasan ketat, sistem rekrutmen yang profesional, dan mekanisme penindakan internal yang transparan dan tegas.
Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Publik
Aksesibilitas publik harus diperluas untuk memberikan gambaran kualitas layanan dan capaian melalui review/feedback. Informasi terkait administrasi proses penegakan hukum: dari penyelidikan hingga eksekusi harus dibuka secara transparan dan real time. Data-data seperti durasi penanganan perkara, status pelaku, serta jumlah aset yang dikembalikan harus dipublikasikan secara berkala agar masyarakat bisa menilai sendiri capaian pemerintah. Selain itu, data tersebut harus dijaga untuk menutup celah korupsi. Penggunaan body cam atau pengawasan digital harus dilakukan secara konsisten untuk menjamin profesionalisme dan ketaataan pada aturan yang berlaku.
Pelindungan Hak dan Kesetaraan di Hadapan Hukum
Presiden dan jajaran pemerintahan harus memastikan bahwa tidak ada intervensi dalam proses hukum, terutama terhadap kasus-kasus besar yang melibatkan elite politik atau pejabat negara. Penegakan hukum harus menjangkau semua lapisan tanpa diskriminasi. Demikian pula secara seimbang, hukum harus dapat melindungi hak-hak orang yang berhadapan dengan hukum tidak hanya pelaku, namun saksi, korban, dan seluruh pihak yang terkait. Hukum dan pemerintahan harus dapat melindungi semua hak dan kewajiban warga negara secara adil dan proporsional. Keadilan substantif harus dicapai.
Optimalisasi Pemulihan Aset sebagai Tujuan Penegakan Hukum
Upaya pemulihan aset (asset recovery) harus diperkuat dengan sistem pelacakan yang berkapasitas internasional, kerjasama lintas negara, serta penegakan sanksi bagi pelaku yang mencoba menghilangkan jejak kekayaan hasil korupsi. Aset yang dikembalikan harus digunakan untuk kepentingan publik, misalnya dalam sektor pendidikan atau kesehatan. Pemulihan aset bukan hanya kepentingan emosional untuk melakukan upaya paksa (pemblokiran, penyitaan, dan perampasan) semata demi suksesnya penegakan hukum; namun lebih kepada semangat untuk memulihkan kerugian negara secara optimal.
Penguatan Pelindungan Sistem Whistleblower
Penegakan hukum yang kuat tidak akan berjalan tanpa keberanian masyarakat atau warga negara untuk melapor. Oleh karena itu, pelindungan bagi pelapor (whistleblower) dan saksi lain sangat penting. Pemerintah perlu memperkuat sistem pelindungan ini secara hukum dan praktis. Dalam hal whistleblowing ini, termasuk juga pelindungan bagi internal yang melaporkan penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan. Dengan demikian pihak dari internal di setiap Kementerian/Lembaga, termasuk di dalam institusi hukum itu sendiri akan mengubah budaya eksklusif dan untouchable yang selama ini terbangun. Tidak semua anggota atau pegawai akan terpengaruh dengan budaya yang ada. Langkah ini akan menjadi langkah progresif untuk memberantas budaya lama yang cenderung birokratif sehingga memudahkan suap atau korupsi.
Penutup
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo menunjukkan bahwa ada langkah-langkah nyata dan positif dalam bidang hukum dan penegakan hukum. Namun, di balik angka-angka prestasi dan upaya peningkatan kepercayaan publik, terdapat pekerjaan besar yang masih belum selesai: mewujudkan sistem hukum yang benar-benar adil, bersih, bermanfaat dan dipercaya publik. Kredibilitas sistem hukum masih sedikit stagnan dan memerlukan inovasi dan terobosan besar untuk reformasi.
Reformasi hukum bukan hanya soal hukum itu sendiri, tetapi menyangkut keberanian politik, integritas pemimpin, dan konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai keadilan. Reformasi dimulai dari institusi hukum, termasuk sistem penegakan dan peradilan itu sendiri serta peningkatan kapasitas dan kualitas sistem hukum. Kepercayaan publik menjadi modal besar untuk membangun sistem hukum yang kredibel disamping keterbukaan tetap harus diperluas untuk mendorong tingginya profesionalitas dan akuntabilitas. Independensi dan kemerdekaan harus dibayar dengan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang substantif dan menyeluruh. Masyarakat akan menilai pertumbuhan dan hasil kinerja institusi hukum dan peradilan di tahun berikutnya yang tentu akan menjadi catatan legacy pemerintahan Presiden Prabowo. ***
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH.
(Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan dan Pengajar di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa)