Warga Badung Selatan Resah PBB P2 Naik Bombastis Tembus 3.500 Persen

BADUNG, Breaking-News.co.id  – Selain di Pati, Jawa Tengah naik 250 persen yang berujung demo besar-besaran warga, ternyata kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) juga terjadi di Kabupaten Badung. Bahkan prosentasi kenaikan sangat fantastis. Ditemukan tiga Kecamatan yang mengalami kenaikan pajak yang signifikan, yaitu Kuta Selatan, Kuta dan Kuta Utara.

 

Di Kuta Utara, pada tahun 2024, ada warga membayar PBB untuk lahan tegalannya Rp28.774, akan tetapi tahun 2025 warga Badung tersebut mendapat tagihan pada obyek pajak yang sama sebesar Rp1.027.225, atau naik 3.569 persen.

 

Warga yang juga memiliki lahan persawahan di wilayah Kerobokan ini kembali dikejutkan saat penetapan pajak atas lahan sawahnya. Pada tahun 2024 dirinya hanya membayar Rp337.709, akan tetapi pada ketetapan pajak tahun 2025 dirinya harus membayar Rp6.562608, naik 1.943 persen.

 

Menyikapi hal tersebut, Perbup Nomor 11 tahun 2025 diminta dikaji ulang terkait Perubahan atas Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 tahun 2024 tentang besaran nilai jual objek pajak dan persentase nilai jual objek pajak bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

 

Meski masih menunggu pengaduan masyarakat, namun ternyata secara umum mencekik warga Badung, maka perlu dibatalkan, seperti di Pati dan Jepara.

 

Untuk itu, sangat perlu dikembalikan ke posisi pengenaan PBB P2  tahun 2024, agar kenaikan NJOP/ PBB P2 di Badung dikaji kembali dengan cermat dengan tetap mendengar keluhan masyarakat.

 

“Kaji dengan seksama  kenaikan bombastis NJOP & PBB P2 yg meresahkan warga Badung Selatan, yaitu Kuta, Kuta Selatan & Kuta Utara,” kata Puspa Negara, saat dikonfirmasi awak media di Kabupaten Badung, Senin, 18 Agustus 2025.

 

Menurutnya, kenaikan NJOP PBB P2 harus melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat serta harus ada partisipasi masyarakat, dengan harus dengar suara publik.

 

Mengutip pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyatakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah daerah tidak terkait dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah Pusat/ Presiden RI.

 

Menurutnya, terdapat sejumlah daerah yang telah memberlakukan kenaikan tarif PBB sejak 2022, termasuk lima daerah yang baru mulai memberlakukan kenaikan pajak tersebut pada tahun 2025  ini.

 

Ternyata ada  20 daerah yang memang menaikkan PBB P2, tapi bervariasi ada yang 5 persen, 10 persen, bahkan kemudian berdampak diatas 100 persen,  tapi di Kabupaten Badung ditemukan sampai 3500 persen.

 

Mengutip pernyataan Mendagri Tito yang mengatakan 15 daerah sudah membuat aturan terkait kenaikan pajak tersebut pada 2022, 2023 dan 2024, sedangkan lima daerah lainnya baru menerapkan aturan tersebut pada 2025 tanpa menyebut daerahnya.

 

Sebagian besar aturan daerah mengenai kenaikan PBB dan NJOP itu diterbitkan, sebelum masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi menerapkan kebijakan efisiensi anggaran pada awal 2025.

 

“Jadi, Perkada (Peraturan Kepala Daerah) dari lima daerah itu dibuat di tahun 2025, sisanya 15 daerah  itu dibuat di tahun 2022, 2023, dan 2024. Artinya, (kenaikan PBB dan NJOP di) 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi,” kata Mendagri Tito, menjelaskan.

 

Mendagri Tito juga mengatakan dari 20 daerah yang menaikkan besaran PBB dan NJOP tersebut, dua diantaranya sudah membatalkan aturan tersebut. “Dari 20 daerah ini, dua daerah sudah membatalkan, Pati dan Jepara,” terangnya.

 

Tak hanya itu, Mendagri

Tito mengatakan kenaikan PBB dan NJOP memang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, seperti yang tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

ada klausul, yaitu harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

 

“Yang kedua, juga harus ada partisipasi dari masyarakat. Jadi, harus mendengar suara publik juga,” urainya.

 

Sebelumnya, puluhan ribu warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, melakukan unjuk rasa menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya sebagai buntut dari polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, pada 13 Agustus 2025.

 

Kebijakan tersebut pada akhirnya dibatalkan dan tarif PBB-P2 akan dikembalikan seperti semula atau sama seperti tahun 2024.

 

Namun, kenaikan PBB P2 di Kabupaten Badung tahun 2025 ini telah membuat masyarakat resah, gelisah, gundah, tapi tidak pasrah.

 

“Ada masyarakat Kuta Selatan bergumam, Om Swastyastu, selamat malam Pak Dewan. Mohon izin bertanya, untuk PBB sekarang ko bisa naiknya sangat drastis nggih? Rahayu Pak Dewan sedangkan masyarakat Kuta mengirim bukti Surat ketetapan pajak Pbb P2 dengan kenaikan fantastis dari Rp 4 juta tahun 2024 dan kini menjadi Rp 10 juta tahun 2025. Ada juga dari Rp 6 juta-an  kini menjadi Rp 9 juta-an,” kata Puspa Negara menyambung keluhan warga Badung.

 

Oleh karena itu, untuk Kabupaten Badung, Puspa Negara meminta Pemerintah Badung, dalam hal ini Bupati Badung mengkaji kembali kenaikan yang bombastis ini melalui revisi segera Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2025 tentang NJOP-PBB P2, untuk dikembalikan ke pengenaan tahun 2024, karena situasi dan kondisi yang masih baru pulih dari pandemi Covid-19.

 

Hal pengecualian diterapkan untuk beberapa lahan yang memang beralih fungsi secara faktual berdasarkan fakta dilapangan dan merupakan hasil dari komparasi team teknis atas perubahan tersebut.

 

“Bahwa saya lihat meski ada kenaikan, sejak tahun 2017 atau pada Pemerintahan Bupati I Nyoman Giri Prasta diberlakukan kebijakan untuk biaya PBB P2 berupa rumah tinggal dengan luas bangunan maksimal 500 m² dan tanah pertanian diberikan pengurangan sebesar 100 persen dari ketetapan pajaknya atau nol, hal ini agar tetap dipertahankan,” tegasnya.

 

Berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (6) UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintah Pusat, NJOP ditetapkan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah dengan tetap  mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, partisipasi masyarakat dan dentuman suara publik.

 

“Untuk masyarakat Badung yang merasa keberatan sesuai Undang-Undang dapat mengajukan keberatan, baik secara individu maupun kolektif dan kami siap bersama-sama memfasilitasinya,” kata Puspa Negara. (red/tim).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *