Karangasem, breakingnews – Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRKIM) resmi mengeluarkan surat penting dengan nomor 600.1.15/3292/CK/DPUPRKIM tertanggal 21 Agustus 2025. Surat tersebut ditujukan kepada PT Detiga Neano Resort Bali yang tengah membangun akomodasi pariwisata di Banjar Dinas Bugbug Samuh, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem. Dalam surat yang ditandatangani Kepala Dinas PUPRKIM, Ir. Wedasmara, ST., MT., ditegaskan bahwa pembangunan proyek wajib dihentikan sementara waktu. Keputusan ini diambil menyusul adanya keretakan tebing di lokasi pembangunan. Pemerintah menilai perlu dilakukan audit teknis menyeluruh oleh Tim Profesi Ahli (TPA) sebelum pembangunan dilanjutkan kembali.
Langkah penghentian sementara ini merupakan hasil keputusan rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Karangasem yang digelar Selasa, 19 Agustus 2025 di Amlapura. Rapat tersebut dipimpin langsung Bupati Karangasem dengan dihadiri Wakil Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim 1623, Kajari Karangasem (diwakili Kasi Pidum), Sekda, para kepala OPD terkait, hingga unsur tim terpadu penanganan konflik sosial. Isu pembangunan PT Detiga Neano Resort Bali memang menjadi salah satu poin utama dalam rapat Forkopimda, selain pembahasan soal antisipasi intoleransi, potensi demo masyarakat, serta sejumlah pembangunan lain yang berkaitan dengan adat dan lingkungan di Karangasem.
Dalam surat tersebut, Bupati Karangasem, I Gusti Putu Parwata, menegaskan perlunya langkah cepat untuk meredam potensi konflik sosial di Desa Adat Bugbug. Ia bahkan menyebut ada aksi dari kelompok Gema Shanti pada 21 Agustus 2025, sehingga diperlukan pendekatan persuasif dan langkah teknis yang tegas. “Harapan saya ke depan, Desa Adat Bugbug bisa kembali bersatu tanpa permasalahan yang berlarut-larut. OPD dan ASN asal Bugbug juga saya minta melakukan pendekatan ke tokoh-tokoh desa,” ujarnya. Kepala DPMPTSP Karangasem, I Ketut Mertadina dalam rapat itu memaparkan legalitas investasi PT Detiga Neano Resort Bali yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dengan perizinan dikeluarkan oleh Kementerian Investasi/BKPM. Perusahaan ini mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB), persetujuan pemanfaatan ruang, izin lingkungan dari Kementerian LHK, hingga sertifikat standar usaha vila. Lahan yang digunakan mencapai total 3,3 hektare, sebagian di kawasan pariwisata, sebagian di sempadan pantai, serta bersinggungan dengan kawasan suci Pura Dang Kahyangan Bukit Gumang.
Dinas Lingkungan Hidup Karangasem menambahkan bahwa sempat ditemukan kelebihan jumlah kamar dari izin yang dimiliki, namun sudah diperbaiki. Sementara itu, DPUPRKIM menekankan bahwa lokasi pembangunan sebagian berada di sempadan pantai dan sempadan jurang. Berdasarkan Perda RTRW, pembangunan di kawasan tersebut diperbolehkan bersyarat dengan KDB tertentu, namun harus melalui kajian teknis tebing dan audit dari Tim Profesi Ahli. Dari hasil peninjauan lapangan pada 28 Juli 2025, DPUPRKIM menemukan adanya keretakan tebing yang mengkhawatirkan. Karena itu, rekomendasi audit teknis oleh Tim Profesi Ahli disampaikan, sekaligus menjadi dasar penghentian sementara proyek. “Audit teknis harus bisa diterima semua pihak. Jika aman, pembangunan bisa dilanjutkan hingga 100 persen dan masuk proses Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Jika tidak sesuai standar, maka ada bangunan yang wajib disesuaikan bahkan dibongkar,” jelas Kepala DPUPRKIM.
Di sisi lain, Ketua DPRD Karangasem, , I Wayan Suastika dalam rapat Forkopimda menyoroti masih belum tuntasnya proses perizinan, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Ia menekankan perlunya penjelasan yang transparan kepada warga agar tidak muncul salah persepsi. Hal senada disampaikan Kapolres Karangasem yang meminta perizinan ke depan lebih selektif agar investasi asing tetap sejalan dengan adat budaya lokal. Pihak Kodim 1623 juga siap menurunkan personel untuk mendukung pengamanan, sementara Kajari Karangasem menilai perlu ada komunikasi yang baik dengan investor agar tidak muncul kesan pemerintah daerah menghambat.
Wakil Bupati Karangasem, Pandu Prapanca Lagosa dalam kesimpulannya menegaskan pentingnya menghentikan sementara pembangunan PT Detiga Neano Resort Bali. “Mari kita sepakati, hentikan dulu sementara agar konflik tidak melebar. Pemerintah Kabupaten Karangasem harus berani menyatakan benar bila memang itu benar, demi kedamaian masyarakat Bugbug,” ucapnya. Forkopimda juga memutuskan akan mengadakan audiensi dengan perwakilan kelompok Gema Shanti sebelum tanggal 21 Agustus 2025 untuk menyalurkan aspirasi mereka. Hal ini ditindaklanjuti melalui surat Sekretariat Daerah Kabupaten Karangasem nomor 200.1.3.1/930/VIII/BKBP/Setda/2025 tertanggal 19 Agustus 2025 yang ditandatangani Sekda Ir. I Ketut Sedana Merta, ST., MT. Surat tersebut secara resmi mengundang perwakilan Gema Shanti sebanyak maksimal 15 orang untuk audiensi pada Rabu, 20 Agustus 2025 pukul 11.00 Wita di Wantilan Sabha Prakerthi Kantor Bupati Karangasem.
Namun, pasca dikeluarkannya surat penghentian sementara pembangunan, kelompok Gema Shanti kembali melayangkan surat permintaan klarifikasi tertanggal 1 September 2025. Dalam surat tersebut, mereka menilai PT Detiga Neano Resort Bali tidak menggubris instruksi pemerintah untuk menghentikan sementara aktivitas pembangunan. Gema Shanti menegaskan bahwa sikap abai perusahaan dapat merusak wibawa pemerintah daerah di mata masyarakat. “Melalui surat ini kami meminta penjelasan, ketegasan, dan tindak lanjut atas surat dari instansi bapak. Agar jangan pemerintah daerah Kabupaten Karangasem kehilangan wibawa dan kepercayaan dari masyarakat, akibat adanya pembangkangan dari pihak PT Detiga Neano Resort,” demikian kutipan isi surat yang ditandatangani Ketua Gema Shanti, Gede Putra Arnawa, S.Kom, bersama Sekretaris Ni Putu Mudikaari, S.Pd.
Surat tersebut juga ditembuskan ke Gubernur Bali, DPRD Provinsi Bali, Kejaksaan Tinggi Bali, Polda Bali, Ombudsman, hingga seluruh anggota Gema Shanti Desa Bugbug. Dengan dinamika ini, polemik pembangunan PT Detiga Neano Resort Bali terus menjadi sorotan publik. Pemkab Karangasem kini berada dalam posisi krusial untuk menjaga keseimbangan antara kepastian hukum bagi investor, pelestarian lingkungan dan kesucian pura, serta menjaga kepercayaan masyarakat adat. Audit teknis yang dilakukan Tim Profesi Ahli dan tindak lanjut tegas pemerintah akan menjadi kunci apakah proyek ini bisa berlanjut atau justru harus dievaluasi secara mendalam. 5412/jmg