Warga Adat Selat Gerudug Kantor MDA Bali, Buntut Dikukuhkannya Bendesa

BANGLI, Breaking-news.co.id | Puluhan warga dari tiga banjar adat di Desa Adat Selat gerudug kantor Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Senin (21/7). Kedatangan mereka untuk meminta klarifikasi dan solusi terkait polemik pelantikan Bendesa Adat. Aksi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari viralnya video percakapan telepon yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan warga.

Aksi unjuk rasa ini diikuti oleh sekitar 50 orang warga yang menyatakan ketidak setujuannya terhadap proses pelantikan bendesa yang dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan seluruh elemen di Desa Adat Selat. I Ketut Ngenteg (Bento), salah satu tokoh adat dari Banjar Adat Selat Kaja Kauh, menyatakan bahwa kedatangannya ke MDA Bali untuk mendapatkan klarifikasi langsung dari Ida Penglingsir Putra Agung Sukahet. Ia juga mengungkapkan dugaan adanya permainan dalam proses pelantikan Bendesa.

Bento mengajak Ida Penglingsir Agung Sukahet untuk turun langsung ke Desa Adat Selat untuk memahami permasalahan di lapangan. Ia juga mempertanyakan kenapa hanya 10 orang perwakilan dari 50 orang yang datang yang diperbolehkan masuk ke ruangan pertemuan di MDA Bali. Ia juga menduga diskriminatif dan mempertanyakan bagaimana I Ketut Pradnya, Bendesa yang masih disengketakan, justeru bisa masuk ke ruangan dengan bebas.

Aksi unjuk rasa ini diawasi oleh puluhan personel kepolisian untuk menjaga keamanan dan kelancaran proses pertemuan di MDA Bali. Sementara itu, I Dewa Rai Asmara menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada proses peparuman desa adat dan menyarankan untuk bertanya kepada Polres Bangli yang mendampingi warga. Kasat Intel Polres Bangli, I Ketut Sumerta, menjelaskan bahwa MDA Bali telah memberikan ruang untuk sosialisasi Awig-Awig dan proses peparuman untuk mendapatkan kesepakatan terkait pelantikan Bendesa. Semua proses harus didokumentasikan dengan baik.

Untuk diketahui, bahwasannya Bendesa Adat Selat terpilih, I Nengah Meres (pengganti Ketut Pradnya) tidak diterima keberadaannya. Mereka mengadu ke DPRD Bangli menuntut revisi awig- awig. Oleh Ketua DPRD Bangli, dan juga hasil rapat Forkimpinda agar mempending pengukuhan bendesa karena masih polemik. Namun MDA Bali justeru bersikukuh, dan melantik bendesa, di MDA Bali belum lama ini (setelah dibatalkan pelantikannya di desa adat).Inilah memicu memanasnya suasana. (sum)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *