BANGLI, Breaking-news.co.id | Proyek penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas) oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Bangli di Desa Bonyoh, Kintamani gagal total. Pasalnya tak ada setetespun air keluar dari kran air. Faktanya kran ketika dibuka yang keluar adalah suara angin.
Selain itu masyarakat setempat harus keluar biaya untuk pembelian KWH( meteran air) plus kran, seharga kl. Rp. 235.000. Masyarakat setempat merasa dikibuli. Kini masyarakat tetap membeli air dengan truk tanki harga berkisar Rp. 200.000/ truk.
Tokoh masyarakat Desa Bonyoh, I Ketut Lingga kepada Breakingnews, Selasa(28/1-2025) mengungkapkan kekesalannya atas kebohongan dari proyek tersebut. Dia merasa dikibuli, karena harapan untuk mendapatkan air minum hanya mimpi belaka. Bahkan lebih kesalnya lagi mereka harus membeli KWH dan kran air seharga Rp. 235.000,- “Faktanya tak ada air yang ngecor ini lihat dan buka kran apa ada air ngalir”, pintanya kepada media masa sembari mendengar suara angin yang keluar dari kran tersebut.
Sumber yang mantan Ketua BPD desa setempat menjelaskan kalau proyek tersebut mengambil air melalui pengeboran yang lokasinya sebelah utara desa tersebut. Konon pengeboran sudah mencapai 90 an meter. Namun faktanya belum ada air yang mengalir. Dia menyayangkan mengapa sebelum terbukti air mengalir masyarakat disuruh menyiapkan atau membeli kran. Semestinya dicoba dulu, telah terbukti keluar air baru disuruh beli kran. Lingga lanjut mengatakan sesuai rencana air tersebut bakal dikelola oleh Banjar Adat setempat. Namun. Lingga tidak menjelaskan berapa harga air per- kubik air direncakan dijual oleh Banjar adat ( Kelian Banjar Adat).
Sumber yang kader PDIP ini menambahkan bahwa sesungguhnya sejak awal perencanaan proyek ada sebagian warga yang tidak setuju. Dari 292 KK, hanya 220 KK yang setuju ada proyek pamsimas tersebut termasuk dirinya sendiri. Sisanya menolak. Kini pihaknya tetap menggunakan air atas pembelian yang menggunakan truk tanki. Satu truk tanki dia beli Rp. 200 ribu. Air segitu hanya cukup untuk 2 mingguan, karena harus digunakan sebagian untuk tanaman jeruk. Kalau hujan seperti sekarang, dirinya gunakan air hujan dengan cubang penyimpan seperti yang dilakukan rata- rata warga setempat. ” Rata-rata rata di sini masyarakat punya cubang, kalo ga gitu tambah berat beban biaya untuk memenuhi kebutuhan air”, imbuhnya
Kepala Desa Bonyoh belum dikonfirmasi terkait hal tersebut, karena belum di dapat contac personnya.
Dari pantauan Breakingnews di lokasi pengeboran justeru masih ada karyawan yang bekerja. Pekerja yang mengaku adalah Bulelengb itu mengakui setelah pengeboran sampai sedalam 135 meter belum juga keluar air. Namun dia mengaku tidak tahu, apakah proyek tersebut dikerjakan oleh pemenang tender atau dikerjakan secara swakelola oleh pihak desa. Dia hanya mengatakan dirinya bekerja atas perintah dari orang yang konon juga seorang dosen di Denpasar. Sesuai yang didapat di lokasi proyek itu merupakan proyek tahun anggaran 2020. Namun tidak dicantumkan nilainya serta tidak ada nama pelaksana pekerjaannya. ( sum)