Drs. I Made Urip Dukung Pansus Tata Ruang Tertibkan Pelanggaran di Jatiluwih: “Warisan Dunia Ini Jangan Sampai Dicabut UNESCO”

TABANAN, Breaking-news.co.id | Tokoh senior Bali sekaligus mantan Anggota DPR RI lima (5) periode, Drs. I Made Urip, M.Si., yang juga kini menjabat sebagai Anggota Pokja Percepatan Pembangunan Pemerintah Prov Bali, bidang Pertanian menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan DPRD Bali dalam menertibkan berbagai pelanggaran pembangunan yang terjadi di kawasan “Jatiluwih”, Kecamatan Penebel, Tabanan.

Kawasan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (World Cultural Heritage/WBD) sejak 2012 itu tengah menghadapi tekanan serius akibat pembangunan pariwisata yang tidak terkendali. Alih fungsi lahan yang kian masif dikhawatirkan mengancam kelestarian sistem “subak” yang menjadi tulang punggung penetapan WBD tersebut.

“Status WBD Bukan Sekadar Gelar, Ini Warisan Leluhur yang Tidak Boleh Rusak”

Made Urip menegaskan, status WBD yang diperoleh melalui proses panjang merupakan kebanggaan sekaligus tanggung jawab besar bagi masyarakat Bali. Jika status itu sampai dicabut oleh UNESCO akibat pelanggaran tata ruang, maka kerugian budaya, ekonomi, dan citra Bali akan sangat besar.

“Jika status WBD dicabut, kerugiannya tidak terhitung. Ini ikon dunia yang diwariskan leluhur, bukan hanya untuk dinikmati hari ini, tetapi untuk dijaga bersama,” ujarnya.

Menurutnya, ajaran Hindu melalui konsep “Tri Hita Karana” menegaskan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama. Jatiluwih sebagai kawasan pertanian berteras yang unik merupakan perwujudan nyata dari prinsip tersebut.

Alih Fungsi Lahan dan Pembangunan Komersial Diwaspadai

Anggota Pokja Percepatan Pembangunan Pemprov Bali, Madyudut, juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan dan pembangunan fasilitas komersial di Jatiluwih yang dinilai melampaui batas kewajaran.

Jika tidak dikendalikan, kondisi ini berpotensi merusak struktur lanskap budaya subak yang menjadi dasar utama penetapan Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia.

“Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dapat mengancam predikat itu. Ini bukan hanya soal pembangunan, tetapi soal keberlanjutan subak dan kelestarian alam,” tegasnya.

Kunjungan Wisatawan Meningkat, Ekonomi Warga Terdongkrak

Sejak ditetapkan sebagai WBD oleh UNESCO, Jatiluwih memang mengalami lonjakan kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Keindahan hamparan sawah berundak dan sistem irigasi tradisional subak menjadi daya tarik utama dunia.

Made Urip mengakui, pariwisata telah memberi dampak positif pada ekonomi warga.

“Wisatawan datang karena ingin melihat sawah, subak, dan kehidupan tradisi di Jatiluwih. Ini membawa berkah bagi masyarakat. Karena itu justru harus dijaga, bukan diubah menjadi kawasan beton,” ungkapnya.

Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan agar ekonomi tumbuh tanpa merusak lingkungan dan warisan leluhur.

“Jangan sampai Jatiluwih Menjadi Kebun Beton”

Politisi senior Bali itu mengingatkan bahwa pembangunan berlebihan justru dapat menghapus karakter utama Jatiluwih sebagai lanskap budaya pertanian.

“Tugas kita adalah menjaga agar tidak terjadi konversi lahan berlebihan. Jangan sampai Jatiluwih menjadi kebun beton. Kalau alam rusak, wisata pun ikut mati,” tegasnya.

Menurutnya, masyarakat, pemerintah, dan pelaku pariwisata harus bersatu menjaga kelestarian kawasan ini agar tetap menjadi kebanggaan dunia dan sumber penghidupan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Harapan untuk Pemerintah dan Pansus Tata Ruang

Made Urip mengapresiasi langkah Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan yang turun langsung menemukan pelanggaran di lapangan. Ia mendorong agar penertiban dilakukan secara tegas namun tetap mengedepankan pembinaan kepada masyarakat.

“Saya sangat mendukung Pansus. Penertiban harus dilakukan tegas, karena menyelamatkan kawasan WBD berarti menyelamatkan masa depan Bali,” ujarnya.

Ia juga meminta pemerintah provinsi dan kabupaten meningkatkan pengawasan agar Jatiluwih tetap terjaga sesuai nilai-nilai budaya dan ketentuan UNESCO.

Kelestarian Jatiluwih adalah Tanggung Jawab Bersama

Sebagai warisan budaya dunia, Jatiluwih bukan hanya milik Tabanan atau masyarakat subak, melainkan aset budaya global yang harus dijaga keberlanjutannya.

“Kelestarian Jatiluwih menentukan masa depan pertanian Bali dan citra Bali sebagai destinasi budaya dunia. Ini tanggung jawab kita semua,” tutup Made Urip. (Red/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *