DPRD Bali Temukan Perusahaan PMA Tak Bisa Tunjukan Izin Saat Sidak Tata Ruang

DENPASAR, Breaking-News.com – Banjir bandang yang melanda Bali pada 10 September lalu mendorong DPRD Provinsi Bali terjun langsung meninjau sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdampak. Melalui Panitia Khusus (Pansus) Penegakan Peraturan Daerah (Perda) Terkait Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah, dewan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di DAS Tohpati, DAS Ayung, hingga kawasan Mall Bali Galeria, Rabu (17/9).

 

Dalam peninjauan tersebut, pansus justru menemukan temuan mengejutkan. Saat melewati kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai, Denpasar Selatan, rombongan mendapati perusahaan manufaktur berdiri di belakang hutan mangrove, karena penasaran Pansus lalu melakukan audiensi dan meminta mereka memperlihatkan izin-izin nya. Namun ternyata perusahaan tak mampu menunjukkan dokumen perizinan.

 

Sidak ini dipimpin Ketua Pansus Tata Ruang, Aset dan Perizinan (Trap) DPRD Bali, I Made Supartha setelah digelar rapat pansus di DPRD Bali. Sebeleum berubah menjadi sidak perizinan bangunan, sidak ini awalnya diagendakan melakukan peninjauan di seputar sungai yang terdampak banjir parah bersama Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, Gunawan Suntoro.

 

Saat di Tohpati misalnya, ditemukan bangunan yang berdiri di atas sempadan sungai dan bahkan melakukan penyempitan alur dengan mendirikan tembok pembatas. “Ini salah satu bukti pelanggaran di pinggir sungai. Pelanggaran penyempitan sungai dengan membangun tembok atau pagar, ini tidak boleh. Instruksinya di suratnya nanti dibongkar. Nantinya seluruh sepanjang aliran sungai,” tegas Supartha saat ditemui di lokasi pemantauan.

 

Supartha menyebut pelanggaran serupa tidak hanya terjadi di Tohpati. Menurutnya, penertiban akan dilakukan secara menyeluruh di seluruh Bali. “Ini sebagai contoh. Nanti yang lainnya termasuk di pinggir-pinggir aliran sungai,” ujarn Politisi Senior Partai PDIP itu.

 

Sungai Tohpati di Denpasar yang terletak di sisi dua perusahaan, berinisial UCS dan V, menjadi salah satu titik paling parah saat banjir bandang. Air meluap hingga menghantam pembatas sungai dan jalan di sekitarnya hingga ambruk. Temuan itu memperkuat dugaan adanya pelanggaran tata ruang yang memperparah dampak banjir.

 

Supartha menegaskan, kedua perusahaan tersebut akan mendapat teguran resmi dari BWS Bali-Penida. “Nanti oleh BWS bangunan disurati, akan diberikan teguran oleh BWS dan dilaporkan ke kita,” jelasnya. Ia menilai kasus ini hanyalah puncak gunung es dari persoalan tata ruang di Bali, terutama pelanggaran sempadan sungai yang marak terjadi.

 

“Ini bukti salah satu pelanggaran di pinggir sungai. Dan yang lainnya yang ada di pinggir-pinggir sungai. Jelas ada pelanggaran, penyempitan sungai dengan membangun tembok itu tidak boleh,” tandasnya.

 

Instruksi tegas pun sudah disiapkan. Seluruh bangunan yang melanggar sempadan sungai akan ditindak, bahkan dibongkar serentak di berbagai titik. “Dibongkar, hampir sepanjang sungai. Serentak sepanjang sungai seluruh Bali,” tandasnya.

 

Setelah meninjau Tohpati inilah, rombongan bergeser ke kawasan Sungai di sekitar Pantai Mertasari dan Tahura Mangrove, tepatnya di area Jalan Bypass Ngurah Rai tersebut dan menemukan indikasi pelanggaran bangunan. Namun tidak langsung ditindak mereka lanjut dulu perjalanan ke kawasan Mall Bali Galeria (MBG), salah satu lokasi yang juga terendam banjir besar dan barulah kembali ke kawasan Bypass Ngurah Rai.

 

Dalam keterangannya, Ketua Pansus memutuskan untuk menghentikan sementara aktivitas perusahaan pemasok bahan bangunan tersebut setelah perusahaan tidak mampu menunjukkan dokumen perizinan ketika dimintai keterangan saat sidak.

 

Supartha, menjelaskan langkah tersebut merupakan sanksi administratif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. “Ketika tidak bisa menunjukkan izin-izin, maka ada sanksi administratif. Sanksi administratif itu dengan melakukan kegiatan sementara ditutup. Sementara ditutup ya, sampai nanti manajemen bisa membawa bukti-bukti yang ada. Ini bukan penutupan permanen, bukan pembongkaran, tapi penghentian sementara kegiatan usaha,” terangnya.

 

ia menambahkan, pihak manajemen EcoCrete secara sukarela juga menyatakan bersedia menghentikan aktivitas sementara waktu. Tindakan itu, kata dia, dilakukan untuk menegakkan aturan sekaligus menanggapi persoalan banjir yang melanda Bali selatan beberapa waktu lalu.

 

“Daerah selatan ini kan daerah resapan air dalam konteks hutan bakau. Resapannya itu salah satunya mangrove. Di wilayah mangrove ini banyak kegiatan industri yang kemudian menutup ruang atau pintu air dari hulu ke selatan. Kita harus membereskan ini agar banjir tidak terulang lagi,” tegasnya.

 

Menurutnya, kawasan mangrove yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan kini beralih menjadi kawasan industri. Karena itu, pansus akan mendalami status tanah perusahaan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN).

 

“Apakah ini tanah alih fungsi dari mangrove menjadi industri? Apakah ini tanah negara, tanah hasil konversi, atau tanah hak milik? Itu nanti kita perdalam dengan BPN. Kalau ada manipulasi, kita rekomendasikan pendekatan hukum. Jangankan yang belum berizin, yang sudah berizin pun kalau ada manipulasi akan kita cabut juga,” katanya.

 

Dari keterangan sementara, di kawasan itu rata-rata lahan yang dimiliki masyarakat berkisar 26–28 are, bahkan ada yang sampai 60 are. Pansus akan mengevaluasi semua status kepemilikan, termasuk yang kini digunakan EcoCrete. “Kalau besok atau lusa manajemen bisa menunjukkan izin dan dokumen asli, sekaligus dengan BPN dan OPD terkait, maka akan kita klarifikasi lagi. Kalau benar, tidak masalah. Kalau tidak, tentu ada konsekuensi hukum,” ujar Supartha.

 

Supartha juga menyebut bahwa EcoCrete merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) milik warga negara Rusia. “Yang jelas ini PMA, orang Rusia. Nanti direkturnya dengan tim hukum akan kita undang untuk memberikan keterangan,” tandasnya.

 

Dari pihak perusahaan, seorang pegawai bernama Elda Rizky menyampaikan EcoCrete bergerak di bidang manufaktur bahan bangunan. “Yang manufaktur, kita produksi material konsumsi,” ujarnya. Ia menambahkan, produk EcoCrete didistribusikan ke beberapa kawasan di Bali. “Yang saya tahu masih di area Bali aja sih. Cuma yang paling dekat-dekat sih ada di Sanur, Kuta, Canggu,” katanya.

 

Soal kepemilikan perusahaan, Elda mengaku tidak mengetahui detailnya, namun membenarkan bahwa pemiliknya merupakan warga negara asing. “Yang saya tahu orang luar Rusia, tapi untuk pastinya saya juga kurang tahu ya,” ujarnya. Mengenai luas lahan yang digunakan, ia pun tidak bisa memastikan. “Kurang pastinya saya juga kurang tahu ya, berapa,” pungkasnya. (Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *