Breaking-news.co.idDENPASAR |Pengurus Pusat Rumah Besar Flobamora Indonesia (PP-RBFI) periode 2024-2029 dilantik dan dikukuhkan, sekaligus digelar Pra Rakernas di Rumah Sinergi, Jalan Tukad Musi I Nomor 5 Denpasar, Jumat, 15 November 2024.
Dalam acara pelantikan PP-RBFI, Yusdi Diaz dipercaya sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Rumah Besar Flobamora Indonesia atau PP-RBFI dan Clinton Talo sebagai Bendahara Umum serta Yakobus Beribe selaku Sekretaris Jenderal.
Turut hadir, PJ.Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya yang diwakili Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kaban Kesbangpol) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Wiryanata dan Kepala Bidang Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa atau Kabid Iwakterbang Badan Kesbangpol Bali I Komang Kusumaedi (IKK).
Selain itu, juga hadir para Tokoh Agama, Ketua Paguyuban Etnis Nusantara, para Ketua dan Pimpinan Etnik Nusantara di Bali, Warga Bali Keturunan Batak, Warga Bali Keturunan Tionghoa, Minang dan juga Warga Bali Keturunan NTT.
Menariknya, Komjen Pol. (Purn) Dr. Made Mangku Pastika didapuk sebagai
Bapa Tua Ikatan Keluarga Besar atau IKB Flobamora Bali.
Dalam sambutannya, Mangku Pastika merasa bangga dan terharu melihat aksi kerukunan semua Etnis Nusantara yang berada di Bali.
Hal tersebut, lanjutnya bisa dijadikan contoh bagi para generasi muda di Bali.
“Ini sangat luar biasa. Coba yang lain juga buat hal-hal seperti ini di Bali, misalnya Warga Batak bikin acara di Bali,” kata Mangku Pastika.
Selain NTT, Bali menjadi cermin kerukunan semua Etnis Nusantara. Bahkan, semua warga dunia menganggap Bali sebagai Pulau Perdamaian dan Toleransi.
“Kita siap menjadi tuan rumah yang baik. Saudara-saudara saya yakin, yang juga Anak-Anak saya akan menjadi tuan rumah yang baik,” terangnya.
Tak hanya itu, Mangku Pastika bercerita tentang sejarah panjang hubungan baik dengan NTT.
Pada bulan Desember tahun 1975, Mangku Pastika menginjakkan kaki pertama kalinya di Pelabuhan Atapupu, Atambua, NTT.
Saat itu, sebagai anggota Brimob, Mangku Pastika masuk melalui darat ke daerah Timor Portugis dengan menyeberangi Sungai Maliwen.
“Hari itu saya bertugas untuk masuk ke Timor Portugis dari darat. Itu belum namanya Timor Timur. Teman-teman saya dari RPKAD masuk dari laut. Ada yang terjun dan sebagainya,” kata Mangku Pastika.
Di tempat itu, Mangku Pastika mulai kenal dengan masyarakat Timor. Hal tersebut memberikan kesan mendalam bagi Mangku Pastika, bahwa baik Timor Timur maupun Timor Barat, yang pada umumnya warga NTT.
“Solidaritas mereka sangat luar biasa, saya kagum dengan jiwa-jiwa pejuang yang tak mudah menyerah dimanapun mereka berada,” paparnya.
Tak hanya itu, Mangku Pastika pernah diangkat sebagai Raja di Perbatasan antara Atambua dan Timor Timur. Namun,karena suasana perang, hal tersebut tidak mungkin bisa terjadi.
Setelah itu, Mangku Pastika kembali ditugaskan ke Timor Timur, saat acara Referendum, pada tahun 1999.
“Tapi apa yang terjadi setelah itu, tahun 1999 ada referendum di Timor Timur, saya bertugas lagi disana sebagai Komandan Bantuan Operasional Polda NTT. Saya membawa 27 Kompi Brimob, 3 Kompi Sabhara, 1 unit Intelijen, 1 regu Dokter dan 1 Kelompok Liesen Officer untuk PBB,” urainya.
Akibat lepasnya Timor Timur, lanjutnya semua pejuang masuk ke NTT yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah di NTT.
Akhirnya, Mangku Pastika ditugaskan ke NTT sebagai Kapolda NTT selama 4 bulan dengan tantangan
tidak ada satupun karangan bunga ucapan selamat.
Hal tersebut merupakan tugas dari negara RI, karena pihaknya mendapat resolusi dari Dewan Keamanan PBB.
Pada waktu itu, Mangku Pastika bertugas melucuti senjata para milisi dan menangkap orang yang dituduh membunuh tiga orang PBB.
“Karena saya harus serah terima pada hari itu juga di kantor dengan Kapolda NTT lama. Hari itu juga saya pindahkan markas Polda NTT ke Atambua, karena titik gravitasi ada di Atambua,” ungkapnya.
Selama 4 bulan bertugas sebagai Kapolda NTT, Mangku Pastika membisiki Presiden Prabowo agar lebih memperhatikan daerah-daerah Indonesia Timur, khususnya NTT yang harus mendapatkan “Affirmative Action”.
“Warga NTT harus mendapatkan “Affirmative Action”, termasuk warga NTT yang tergabung dalam Ikatan Flobamora,” kata Mangku Pastika, yang berperan sebagai Bapa Tua terhadap warga Flobamora.
Sebagai Bapa Tua IKB Flobamora Bali, Mangku Pastika menyebutkan Affirmative Action itu berarti harus ada keberpihakan dari negara terhadap orang NTT, agar bisa keluar dari kemiskinan dan penderitaan itu.
Bahkan, Mangku Pastika sudah mengatakan kepada Kapolri, agar berkenan merekrut sebanyak-banyaknya Putra NTT untuk menjadi Polisi.
“Karena kalau dikasi mereka bersaing dengan maaf dalam tanda petik “Anak-Anak Pendatang”, pasti kalah mereka, sekolahnya saja tidak mampu, sesungguhnya begitu juga terjadi di Papua,” kata Mangku Pastika.
Saat bertugas di NTT, Mangku Pastika merekrut sebanyak-banyaknya warga NTT, termasuk pembantu di rumah Kapolda NTT waktu itu, untuk menjadi Polisi, saat penerimaan siswa SPN.
Untuk itu, lanjutnya harus ada “Affirmative Action”, untuk mengeluarkan NTT dari situasi yang sampai saat ini masih termasuk Provinsi yang paling tinggi angka kemiskinannya.
“Itu karena daerahnya kering dan alamnya seperti itu sehingga tidak memungkinkan mereka untuk keluar sendiri tanpa diangkat dan diberikan keberpihakan itu kepada mereka, Warga NTT. Jadi, saya minta Flobamora mampu berjuang untuk itu,” tegasnya.
Untuk diketahui, warga NTT itu orang-orang cerdas, sehingga ada pameo disana, bahwa NTT itu banyak pendapat, tapi kurang pendapatan.
“Itu daerah mereka sangat minus. Kalau di Bali orang jual tanah mungkin ada batunya dikit-dikit. Kalau di NTT orang jual tanah sama dengan jual batu, karena batu yang banyak, tanahnya sedikit,” tandasnya.
Ditekankan lagi, bahwa Affirmative Action itu, jika dilakukan seleksi mahasiswa SPN dari 600 orang Putra Daerah, paling banyak yang lulus itu hanya 30 orang.
Namun, dengan Affirmative Action, dari 600 orang siswa SPN diperoleh 500 orang Putra Daerah.
“Kenapa, karena SMA itu disana gurunya cuma 1 orang. Kepala Sekolah dia, Guru dia, sehingga muridnya dikasi bola. Kalian main bola aja dulu. Itu yang terjadi di NTT. Kapan mereka bisa pintar. Begitu test SPN untuk baca soal saja sudah habis waktunya. Jadi, itu harus ada Affirmative Action untuk mereka, warga NTT. Dari 600 orang siswa SPN, 500 orang Putra Daerah. Begitu caranya dilakukan disana,” kata Mangku Pastika. (ace).