DAERAHHUKUM

Politisi Dilantik Jadi Bawaslu Kota Gorontalo, Sahrul Lakoro : Pelanggaraan Konstitusi

Jarrakpos-Gorontalo – Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan dilantiknya salah satu komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kota Gorontalo, yang diduga masih menjabat sebagai sekretaris di sebuah partai politik.

Pelantikan tersebut, dilakukan oleh Ketua Bawaslu Republik Indonesia (RI), Rahmat Bagja, kepada seorang politisi berinisial EK sebagai komisioner Bawaslu Kota Gorontalo dengan Masa Jabatan 2023-2028 di Jakarta, Sabtu (19/08/2023).

Pelantikan itupun menuai sorotan dan tanda tanya dari berbagai pihak akan rangkaian proses seleksi calon komisioner Bawaslu Kota Gorontalo. Salah satunya datang dari Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Gorontalo, Sahrul Lakoro, dimana sangat menyayangkan keputusan pelantikan itu dianggapnya melanggar konstitusi.

“Bawaslu seharusnya menjadi teladan dan ujung tombak terakhir dalam menjaga integritas Demokrasi. Bukan memberikan contoh yang buruk. Jika begini, lantas dimana letak penegakan keadilan Pemilu?” ungkapnya kepada awak media, Rabu (23/8/2023).

Kata Sahrul, pihaknya telah memperoleh temuan terkait pelanggaran konstitusi yang seharusnya menjadi acuan dan pedoman para penyelenggara maupun pengawas Pemilu. Tepatnya pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 117 ayat (1) huruf i, terkait syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, baik provinsi maupun kabupaten/kota, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) kecamatan maupun kelurahan/desa, serta pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS). Yaitu, mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya lima tahun pada saat mendaftar sebagai calon.

Pemuda dengan garis wajah yang tegas ini menerangkan, partai politik yang terdaftar maupun tidak terdaftar dalam pemilihan umum, tetap menjadi pertimbangan dalam pasal tersebut. Atas dasar itulah, aktivis hukum ini mengkritisi Bawaslu yang seharusnya lebih teliti dalam penelitian berkas administrasi.

“Bawaslu harus teliti, Sekalipun yang bersangkutan memiliki alibi, dimana namanya tidak tertuang pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Hal ini telah jelas, karena Partai Keadilan Persatuan (PKP) tidak menjadi bagian dari 18 partai peserta pemilu,” harapnya.

Tak hanya itu, Sahrul yang juga merupakan seorang mahasiswa di jurusan hukum UG ini, meminta agar saudara EK bisa memematuhi konstitusi yang berlaku.

“Jika memang saudara EK berdalih bahwa namanya dicatut oleh Partai Politik, mengapa ia tidak melaporkannya ke Komisi Pemilihan Umum atau bahkan membuat pengaduan kepada pihak berwajib terkait pemalsuan tandatangan sejak 2022 kemarin?” tanya Sahrul.

“Saya meminta Bawaslu RI segera melakukan investigasi mengenai masalah ini. Apabila perkara tersebut tidak dapat ditangani, sebaiknya Ketua Bawaslu RI mundur dari jabatan,” tandasnya.

Saat dikonfirmasi ke Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo, Amin Abdullah mengakui bahwa saat ini memang persoalan itu sudah ditangani oleh pihaknya. Pihaknya kata Amin, sudah membahas persoalan tersebut bersama Bawaslu RI melalui rapat virtual.

“Arahan Bawaslu RI sudah ada kemarin dan hal itu sesuai dari laporan dari pak kepala sekretariat,” ungkap Amin, Selasa (22/8/2023) di lansir dari TribunGorontalo.com. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button